Review The First Descendant: Jebakan Monetisasi atau Game Epik yang Terpendam?

Inilah review The First Descendant, yang lengkap pake telor. Pada awal Juli 2024, dunia game dikejutkan dengan kehadiran pendatang baru di genre tembak-tembakan. The First Descendant, game terbaru dari Nexon, meluncur di Steam dan langsung diserbu lebih dari 170 ribu pemain dalam waktu dua jam saja. Awalnya sih, game ini keliatan bakal jadi hit, tapi setelah hype-nya mereda, ternyata mungkin masa depannya tidak semulus itu. Para pemain pun mulai membentuk opini mereka, ada yang kagum tapi ada juga yang kritis.

Dunia Baru Penuh Konflik

Begitu masuk ke The First Descendant, pemain langsung diseret ke dunia sisa-sisa peradaban kuno bentrok dengan mesin perang futuristik. Ceritanya sih standar, tentang pertempuran antara kebaikan dan kejahatan. Pemain berperan sebagai “Descendants”, pahlawan yang ditugaskan untuk melawan Vulgus, alien yang mengancam umat manusia.

Tapi, meskipun ceritanya nggak spesial-spesial amat, The First Descendant punya daya tarik lain yang nggak bisa diremehin: gameplay-nya. Nggak heran kalau banyak yang membandingkan game ini dengan Destiny 2. Pemain dibekali dengan senjata-senjata yang udah familiar: senjata standar dengan amunisi nggak terbatas, senjata yang lebih kuat tapi butuh amunisi khusus, dan yang paling menarik, ada grappling hook. Grappling hook ini bukan cuma pajangan doang, tapi bisa menambah keseruan pertempuran dan eksplorasi, bikin pemain bisa berpindah posisi dengan cepat atau melakukan serangan tak terduga.

Menari di Tengah Tembakan dan Cengkraman

Bayangin, kamu melompat dari gedung pencakar langit yang runtuh, grappling hook mencengkeram tepian jauh, membawa kamu terbang sambil menghindari tembakan musuh. Di bawah, medan perang penuh dengan kilatan laser dan ledakan, pasukan Vulgus datang menyerang tanpa henti. Di sinilah The First Descendant menunjukkan taringnya. Grappling hook mengubah pertempuran biasa jadi pertarungan yang dinamis, dengan kelincahan gerak kita sama pentingnya dengan akurasi menembak.

Pertarungan bos jadi momen paling dramatis. Musuh raksasa ini butuh strategi khusus buat dikalahin, seringkali kalian harus ngincer titik lemahnya atau pakai grappling hook buat narik armor pelindung mereka. Ini seperti menari balet dengan taruhan nyawa, ketika presisi dan kelincahan adalah kunci kemenangan. Tapi, beberapa kritikus, kayak yang dari Shacknews, bilang meskipun pertarungan ini keren secara visual, tapi bisa terasa repetitif dan kurang mendalam dari segi strategi.

BACA JUGA: Review Once Human: Game Horor Survival Terbaru yang Seru Abis?

Jejak Familiaritas yang Tak Terelakkan

Saat menjelajahi dunia The First Descendant, rasanya sulit buat nggak ngerasa kayak pernah ngeliat ini semua sebelumnya. Lanskap sci-fi, dari reruntuhan kuno yang megah sampai benteng futuristik, dibuat dengan detail yang luar biasa, tapi sayangnya mengingatkan kita sama game-game lain yang sejenis. Bahkan area hub-nya, yang mirip banget sama Tower di Destiny, tempat pemain kumpul, merencanakan misi, dan upgrade perlengkapan, juga nggak bisa lepas dari kesan “udah pernah liat”.

Kesamaan ini bisa jadi pedang bermata dua. Buat pemain yang udah familiar sama genre ini, mungkin bakal ngerasa nyaman. Tapi di sisi lain, game ini jadi punya risiko ketutup bayang-bayang game yang ditirunya.

Kendala Monetisasi Bikin Pusing

Meskipun bisa dimainkan gratis, The First Descendant nggak malu-malu untuk nodong duit dari para pemainnya. Toko in-game, tempat pemain bisa beli mata uang game yang disebut Caliber, jadi sasaran kritik. Pengiriman item yang dibeli suka telat dan ada sejumlah masalah teknis lainnya yang bikin pemain kesel. Belum lagi masalah performa kayak game yang suka crash dan banyak bug, bikin The First Descendant dapat review yang beragam di platform kayak Steam.

Tanggapan dari Komunitas Pemain

Reddit dan forum game ramai dengan diskusi dan review tentang The First Descendant. Tapi, tanggapannya beda-beda. Ada pemain yang suka banget sama pertarungannya yang seru dan grafisnya yang keren, tapi ada juga yang kecewa karena misinya repetitif dan sistem monetisasinya yang agresif. Di YouTube, para reviewer juga udah ngebahas game ini dari segala sisi, mulai dari konsepnya yang ambisius sampai masalah teknis yang mengganggu. Banyak yang berharap Nexon mau ngebenerin masalah-masalah ini, biar game ini bisa jadi lebih bagus lagi.

Bayang-Bayang Kelam di Balik Nexon

Di tengah masalah yang udah ada, Nexon juga sebelumnya kena masalah besar. Komisi Persaingan Usaha di Korea (Korea Fair Trade Commission) ngasih denda sekitar Rp130 miliar ke Nexon gara-gara mereka ngatur tingkat drop item langka di game populernya, MapleStory. Dari tahun 2010 sampai 2021, Nexon diam-diam ngubah peluang dapetin item langka tanpa bilang ke pemain, dan ini jelas bikin banyak pemain kecewa berat. Kejadian ini bikin reputasi Nexon jadi jelek, dan banyak yang mulai ngeraguin soal transparansi dan keadilan di game-game mereka.

Endgame dan Harapan di Masa Depan

Nexon janji bakal ngasih pengalaman endgame yang beda dari yang lain, lebih fokus ke strategi dan pertarungan yang menantang daripada cuma grind stat doang. Tapi, sayangnya realisasinya masih belum sempurna. Misi-misi endgame bisa bikin frustasi, apalagi tanpa sistem matchmaking buat tantangan yang lebih sulit. Pemain seringkali harus mengandalkan keberuntungan buat nemuin tim, dan ini ribet banget.

Meskipun begitu, kehadiran Descendants baru dengan kemampuan dan gaya main yang unik jadi angin segar. Setiap karakter baru terasa kayak awal yang baru, ngasih cara yang berbeda buat ngadepin situasi yang sama. Tapi, sayangnya konten yang didesain khusus buat karakter-karakter baru ini masih kurang, jadinya lama-lama bisa bikin bosen.

BACA JUGA: 30 Film dan Serial TV Adaptasi Game Paling Populer

Perjalanan yang Layak Ditempuh?

Itulah tadi review dari The First Descendant.

Pada akhirnya, The First Descendant adalah game yang penuh kontras. Ia menawarkan pertempuran yang seru dan lingkungan yang ciamik, tapi di sisi lain masih berjuang dengan kedalaman cerita dan masalah teknis. Strategi monetisasi dan masalah performa jadi hambatan besar, tapi potensi kehebatannya nggak bisa dipungkiri.

Buat mereka yang siap ngadepin ketidaksempurnaannya, The First Descendant menawarkan pengalaman yang menarik, meskipun penuh cela. Dengan usaha Nexon buat terus memperbaiki dan mengembangkan game ini, ada harapan kalau The First Descendant bakal jadi petualangan epik yang diimpikan.

Salah satu pemain veteran di Reddit bilang, “Rasanya kayak masuk ke dunia baru dengan peralatan yang familiar. Memang bikin frustasi, tapi tetep aja banyak keseruannya. Gue cuma berharap mereka bisa ngebenerin masalah-masalahnya sebelum kita kehilangan banyak pemain bagus.”

Dan begitulah, perjalanan The First Descendant masih berlanjut. Game ini berada di persimpangan jalan, di antara visi ambisiusnya dan kenyataan keras persaingan di industri game. Hanya waktu yang bisa menentukan apakah game ini bisa mencapai puncak yang diimpikan, atau hanya akan menjadi mimpi indah yang penuh ketidaksempurnaan.

Oh iya, ngomong-ngomong soal monetisasi, kalo kamu pengen isi voucher di The First Descendant (lewat Steam Wallet), seperti biasa, jangan lupa topupnya di RRQ TopUp ya buat harga yang paling murah dan juga terjamin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *